Kamis, 09 Januari 2014

Euforia 2014



Menyikapi Perayaan Tahun Baru 2014: Solusi Praktis Meminimalisir Korban Tahunan Di Malam Tahun Baru

Ada hal yang menggelitik saat detik-detik menjelang pukul 00.00 tanda permulaan tahun baru 2014. Seorang teman dekat saya memposting status terbarunya di situs jejaring sosial Facebook.

“Masya Allah, saya kira rumah diserang NUKLIR!
ternyata 4 menit lagi ganti tahun (ampun dah),”

Sepenggal kalimat yang mewakili gambaran umum perayaan tahun baru di lingkungan sekitar kita. Perayaan yang selalu dipenuhi dengan rutinitas begadang, meniup terompet, menyulut petasan dan kembang api, pesta alkohol, pesta maksiat (seks), konser musik dan berbagai jenis perayaan lainya yang lebih banyak mendatangkan mudharat ketimbang manfaatnya. Walaupun tak sedikit dari warga yang merayakan tahun baru masehi ini dengan muhasabah, istighasah dan dzikir akbar, akan tetapi jumlah ini masih terkalahkan oleh jumlah warga yang merayakanya dengan cara jahiliy.
Di beberapa media, baik virtual maupun non virtual banyak kita dapati berita mengenai korban yang celaka dan meninggal saat perayaan pergantian tahun baru 2014. Di Australia, 100 remaja diamankan oleh petugas akibat perilaku buruk yang disebabkan oleh pengaruh alkohol. Di Manila-Filipina, sekitar 253 orang dilaporkan terluka akibat kembang api dan 8 orang terkena peluru nyasar. Sedangkan di Indonesia sendiri dikabarkan ada 21 kasus pencopetan, sekitar 20 orang lebih korban petasan dan 3 lainya meninggal akibat minum bir oplosan. Jumlah korban dari ketiga negara ini belum dikalkulasikan dengan jumlah seluruh korban perayaan pergantian tahun baru di seluruh dunia.
Tanpa disadari
Melihat jumlah korban yang sangat mengesankan ini, pemerintah dan warga dunia sesunggunya dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapi pergantian tahun baru dan lebih memahami makna pergantian tahun baru itu sendiri. Peristiwa pergantian tahun baru adalah fenomena sesaat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah mengapa secara tidak sadar manusia menghambur-hamburkan uangnya hanya untuk membeli pernak-pernik perayaan tersebut.
Alangkah sia-sianya uang yang dikeluarkan untuk membeli petasan yang ujungnya hanya menambah jumlah volume kertas di jalanan.
Pada hakikatnya, bukanlah perayaan itu yang terpenting, melainkan bagaimana setiap manusia menata ulang sikap dan mentalnya untuk memasuki tahun baru. Artinya, setiap individu haruslah ber-muhasabah/introspeksi diri di tahun sebelumnya dan kemudian menentukan visi dan misi yang akan dicapai pada tahun yang baru. Pergantian tahun baru haruslah diikuti dengan semangat perbaikan diri dan pematangan konsep program masa depan yang akan dijalankan agar pada tahun baru tersebut diri kita lebih bermanfaat.

Sumber Data: Tribunnews.com