Menyikapi Perayaan Tahun Baru 2014: Solusi Praktis
Meminimalisir Korban Tahunan Di Malam Tahun Baru
Ada hal yang menggelitik saat detik-detik
menjelang pukul 00.00 tanda permulaan tahun baru 2014. Seorang teman dekat saya
memposting status terbarunya di situs jejaring sosial Facebook.
“Masya Allah, saya kira rumah diserang
NUKLIR!
ternyata 4 menit lagi ganti tahun (ampun
dah),”
Sepenggal kalimat yang mewakili
gambaran umum perayaan tahun baru di lingkungan sekitar kita. Perayaan yang
selalu dipenuhi dengan rutinitas begadang, meniup terompet, menyulut petasan
dan kembang api, pesta alkohol, pesta maksiat (seks), konser musik dan berbagai
jenis perayaan lainya yang lebih banyak mendatangkan mudharat ketimbang
manfaatnya. Walaupun tak sedikit dari warga yang merayakan tahun baru masehi
ini dengan muhasabah, istighasah dan dzikir akbar, akan tetapi jumlah ini masih
terkalahkan oleh jumlah warga yang merayakanya dengan cara jahiliy.
Di beberapa media, baik virtual maupun
non virtual banyak kita dapati berita mengenai korban yang celaka dan meninggal
saat perayaan pergantian tahun baru 2014. Di Australia, 100 remaja diamankan
oleh petugas akibat perilaku buruk yang disebabkan oleh pengaruh alkohol. Di
Manila-Filipina, sekitar 253 orang dilaporkan terluka akibat kembang api dan 8
orang terkena peluru nyasar. Sedangkan di Indonesia sendiri dikabarkan ada 21
kasus pencopetan, sekitar 20 orang lebih korban petasan dan 3 lainya meninggal
akibat minum bir oplosan. Jumlah korban dari ketiga negara ini belum dikalkulasikan
dengan jumlah seluruh korban perayaan pergantian tahun baru di seluruh dunia.
Tanpa disadari
Melihat jumlah korban yang sangat
mengesankan ini, pemerintah dan warga dunia sesunggunya dituntut untuk lebih
bijak dalam menyikapi pergantian tahun baru dan lebih memahami makna pergantian
tahun baru itu sendiri. Peristiwa pergantian tahun baru adalah fenomena sesaat
yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah mengapa secara tidak
sadar manusia menghambur-hamburkan uangnya hanya untuk membeli pernak-pernik
perayaan tersebut.
Alangkah sia-sianya uang yang
dikeluarkan untuk membeli petasan yang ujungnya hanya menambah jumlah volume
kertas di jalanan.
Pada hakikatnya, bukanlah perayaan itu
yang terpenting, melainkan bagaimana setiap manusia menata ulang sikap dan
mentalnya untuk memasuki tahun baru. Artinya,
setiap individu haruslah ber-muhasabah/introspeksi diri di tahun sebelumnya dan
kemudian menentukan visi dan misi yang akan dicapai pada tahun yang baru.
Pergantian tahun baru haruslah diikuti dengan semangat perbaikan diri dan
pematangan konsep program masa depan yang akan dijalankan agar pada tahun baru
tersebut diri kita lebih bermanfaat.
Sumber Data: Tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar